Meminta Mainanpun Aku Malu

Ini adalah pengalaman saya ketika masih kecil di desa sana bersama keluarga tercinta. Waktu itu hidup keluarga kami cukup, cukup untuk makan, cukup untuk biaya sekolah dan membeli keperluan sehari-hari, tapi tidak ada uang untuk hura-hura. Dan untuk mendapatkan kecukupan tersebut, ayah dan ibu saya harus bekerja keras membanting tulang setiap hari tanpa kenal lelah. 

Waktu itu saya masih SD dan saya sangat mengetahui dan mengerti bagaimana perjuangan kedua orang tua untuk mencari nafkah. Datang dari sekolah, saya makan dulu kemudian istirahat sebentar. Setelah itu saya langsung pergi ke sawah untuk mencari rumput makanan sapi, kebetulan waktu itu kami memelihara sapi. Datang dari sawah, saya langsung menyapu dan bersih-bersih rumah, mandi, sembahyang dan belajar. Itulah kegiatan saya sehari-hari, waktu bermain sangat sedikit karena harus membantu orang tua dan saya mengerjakannya dengan senang. Kadang saya merasa iri juga dengan teman-teman tetangga, ketika saya harus mencari rumput mereka bisa bermain dengan yang lain. Tapi apa boleh buat, ini demi saya juga agar kebutuhan sekolah terus tercukupi.

Begitupun dengan mainan, kamar saya isinya kosong bolong tanpa ada robot dan mobil-mobilan. Meminta mainan saja saya malu, karena takut akan membebani orang tua dan menguras dompet mereka. Tidak seperti teman-teman yang dengan mudahnya dibelikan mainan oleh orangtuanya dan dimanjakan dengan berbagai fasilitas lainnya. Sekali lagi, saya tidak pernah menuntut ke orang tua untuk itu dan tidak pernah meminta. Pernah waktu itu ada teman yang dengan entengnya meminta dibelikan robot seharga 20ribu dan orang tuanya tanpa pikir panjang langsung membelikannya. Dalam hati saya geleng-geleng melihatnya, "gila, gampang benar ngeluarin uang 20ribu". Waktu itu sekitar tahun 1996, dimana bekal saya ke sekolah masih Rp. 100,- dan harga beras waktu itu masih seribu sekilo. Uang seribu itu sudah sangat banyak sekali waktu itu. Jangankan meminta mainan seharga 20ribu, minta uang Rp.100,- saja saya masih mikir-mikir. Ini bukan karena orang tua saya pelit, murni karena saya tidak mau menyusahkan orang tua. Saya tidak mau menghamburkan-hamburkan uang dengan membeli mainan mahal dan mengingat kondisi ekonomi keluarga yang berkecukupan.

Pernah waktu itu bapak punya motor, tapi kemudian motornya sudah berganti dengan sepeda ontel. Saya mengerti dengan keadaan yang terjadi dan tidak pernah menanyakan hal tersebut kepada bapak. Kejadian ini selalu saya ingat dan hati sangat sedih melihat kondisi keluarga seperti itu. Saya hanya terus melakukan kewajiban sebagai anak dengan membantu disawah dan dirumah. Adik sayapun begitu, tidak pernah meminta mainan dan barang-barang selain untuk pelajaran. Syukurlah adik saya mengerti dengan keadaan orang tua. Dia tidak cerewet dengan merengek minta mainan ini itu dan dia selalu membantu saya disawah ketika mencari rumput. Waktu itu dia masih kelas 2 SD. Karena masih agak kecilan, waktu bermainnya lebih banyak dari saya. Tapi sekarang adik saya sudah bisa menghidupi dirinya sendiri dengan baik dan lulus kuliah dengan baik juga. Ia sudah menjadi seorang arsitek yang berhasil. Inilah berkat didikan orang tua yang disiplin dan tidak memanjakan anak.

Saya selalu teringat dengan masa-masa susah dahulu dan bahkan dulu untuk menonton tv pun harus melongo dari jendela tetangga. Dan ketika diketahui sedang mengintip, jendelanya langsung ditutup dengan korden. Nasib belum bisa nonton tv. Itulah kehidupan saya dulu waktu kecil yang  penuh dengan tawa dan haru.

Sekarang orang tua saya sudah lebih baik kondisi ekonominya semenjak saya dan adik sudah lulus kuliah dan bisa mencari uang sendiri. Ketika saya sudah mempunyai anak, ayah sangat menyayangi cucunya. Dibelikan sepeda bagus dan mainan lainnya, mungkin inilah rasa sayang yang belum bisa diwujudkan kepada saya waktu kecil dan disampaikan lewat cucunya yang tersayang. Setiap pulang kampung, anak saya selalu diajak jalan-jalan dan diajak bersenang-senang. Tapi, saya tidak akan memanjakan anak secara berlebihan agar ia hidup disiplin dan mau berusaha keras. Terbukti dari didikan ayah saya dimana kedua anaknya sekarang sudah sukses dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.